Senin, Februari 13, 2017

Naylatifa dan Naura


Ini tulisan tentang kedua anakku. Naylatifa, 8 tahun dan Naura, 6 tahun. Keduanya  putri, selisih usia hanya 2 tahun. Sehari-hari selepas sekolah, mereka bermain berdua. Hanya berdua. Ya, sebab rumah kami memang agak jauh dari perkampungan. Dulunya merupakan area sawah pinggir desa. Tetangga paling dekat berjarak 50 meter dan putranya pun tidak sebaya. Nayla-Naura bermain dengan imaginasi yang sama, asyik dengan dunia kanak-kanak mereka. Tapi dengan selisih umur yang lumayan dekat, Naylatifa belum bisa menjadi kakak yang bisa mengasuh (jawa : ngemong) adiknya. Kadang mereka saling memperebutkan sesuatu dan ketidaksabaran Naylatifa terlontar jelas dengan memarahi adiknya, malah sering diekspresikan secara fisik dengan memukul adiknya. Sementara adiknya juga tidak mau kalah. Dan setelah itu mereka saling mengadu kepada ayah atau mamanya. Pada saat-saat seperti itu orang tua bener-bener dituntut untuk menjadi hakim yang adil. Jadi siapa bilang menjadi hakim itu hanya bagi orang-orang yang sekolah hukum? Ternyata tuntutan menjadi hakim yang adil terbuka bagi siapa saja.

Naylatifa, yang besar,  kelas 2 SD. Sifatnya sensitif, perasaannya gampang tersentuh. Lebih cengeng tapi juga periang. Sangat ekspresif dengan mood-nya.  Mudah bergaul baik dengan teman dan gurunya. Tipenya romantis karena dia bisa menceritakan dengan baik pengalamannya, sesekali menuliskan pengalamannya itu di buku tulisnya. Prestasinya bagus di sekolah. Rajin. Mandiri, senang mengerjakan apa-apa sendiri. Relatif terhadap adiknya. Naylatifa lebih termotivasi dengan pujian. Sangat sensitif terhadap celaan. Sekali tersentuh perasaannya bisa ngambeg dan nangis sesenggukan. 

Naura, adiknya, kelas TK besar menjelang SD. Lebih pendiam dan malu malu terhadap orang yang baru dikenal. Kalau ditanya tidak spontan langsung menjawab, seperti dipikir-pikirnya lebih dulu baru bersuara.  Tapi karakternya lebih rasional. Tidak se-sensitif kakaknya. Karenanya Naura selalu menang bila adu argumen dengan kakaknya. Keingintahuannya besar. Di kepalanya kadang muncul pertanyaan tak terduga. Suatu kali misal, dia mempertanyakan bagaimana cara malaikat Roqib Atid itu mencatat amalan manusia? ' atau 'kenapa kok laki2 tidak bisa melahirkan?' dan yang paling aneh ia pernah bertanya : " Tuhan itu terbuat dari apa?" hehe.. emang Tuhan dikira jenis makanan, apa?? Entah apa yang dipahami tentang Tuhan hingga ia bertanya seperti itu, yang jelas ia mulai berpikir tentang konsep ketuhanan. 
Naura sepertinya juga pemerhati yang baik, ia lebih detail memperhatikan sesuatu. Barang yang ketlingsut biasanya ditemukan pertama oleh Naura, ia ingat dimana letak barang hilang itu.  bercerita tentang temannya yang lewat, ia bisa menyebutkan temannya pakai baju apa, jilbab warna apa dsb. Kalau sudah punya keinginan susah dibujuk dan terus merajuk. Pernah suatu waktu dia minta jajan tanpa bisa ditunda.  Padahal si rumah juga masih ada jajanan. "oke, syaratnya harus jalan kaki, tidak naik motor", kataku. Kupikir lebih baik dia merasakan bersusah susah dulu sebelum memperoleh keinginannya. Disamping itu, jalan kaki juga melatih kaki-kakinya lebih kuat. akhirnya kami jalan kaki pulang-pergi ke warung yang berjarak sekitar 1,5 km hanya untuk satu jajanan makanan ringan.  Sayang, kadang aku sendiri tidak punya banyak waktu untuk menemaninya jalan (jalan-jalan) untuk mengendalikan keinginannya itu. Naura lebih termotivasi dengan hadiah, makanan yang disukai. Saya pernah tertawa iba dengan Naura ketika kutanya mengapa senang belajar di TPA? Bukan karena senang belajar dan bermain bersama teman temannya. Dengan polosnya ia menjawab : Karena dikasih makanan! 

Mereka masing-masing punya karakter sendiri, berbeda.  Ada kelebihan, ada kekurangan. Berangkat dari situ kuharap mereka mampu mengatasi sifat bawaan kanak kanaknya untuk menjadi pribadi yang dewasa. Naylatifa mampu mengelola perasaan sensitifnya, Naura mampu meredam keinginan fisik yang sering menguasai pikirannya. Jalan masih panjang ke depan, berliku dan berwarna. semoga mereka mampu menempa diri menjadi pribadi yang bijaksana. Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kontributor